BERITA

Pentingnya Mengelola Dapil Pemilu

KOTAMOBAGU - Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dan Evi Novida Ginting Manik, beserta Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan Pemilu Melgia Carolina Van Harlin mengikuti Webinar Evaluasi Prinsip & Urgensi Penataan Dapil Pemilu, Jumat (10/12). Pramono menyampaikan daerah pemilihan (dapil) merupakan salah satu unsur penting dalam sistem pemilu. KPU Kabupaten/Kota perlu memeriksa kembali penataan dapil yang sudah dilakukan pada 2019 lalu, jika masih ada permasalahan maka perlu penataan ulang di kabupaten/kota masing-masing.  Hadir sebagai narasumber, Pemerhati Tata Kelola Pemilu Prof. Ramlan Surbakti, Penulis Buku: Pemilu Indonesia: Fakta, Angka, Analisis, dan Studi Banding Harun Husein, Peneliti pada Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, Peneliti pada Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama.  KPU Kota Kotamobagu turut hadir langsung pada acara yang digelar secara daring tersebut. Mereka adalah Iwan Manoppo (Ketua) dan Asep Sabar, Anggota KPU Kota Kotamobagu yang juga Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan. Menurut keduanya acara tersebut penting untuk mengevaluasi sejauh mana pemberlakuan dapil pemilu yang selama ini sudah ditetapkan, khususnya di Kota Kotamobagu. (***)

Simulasi Putungsura Pemilu 2024

MANADO – Meski belum ada keputusan terkait waktu dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, KPU RI terus melakukan kegiatan dalam rangka penguatan pra tahapan, salah satunya adalah simulasi pemungutan dan penghitungan suara (putungsura) dengan model desain surat suara baru. Simulasi yang digelar pada Sabtu (20/11/2021) itu KPU Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dipercaya menjadi tuan rumah. Bahkan gelaran simulasi tersebut disiarkan secara livestreaming youtube maupun di berbagai media sosial. Tak kurang Abhan, Ketua Bawaslu RI hadir langsung di acara yang dilaksanakan di halaman depan kantor KPU Sulut. Dalam sambutan pembukaannya, Ketua KPU RI; Ilham Saputra, menyatakan bahwa kegiatan simulasi ini bertujuan untuk mencari format yang tepat agar disaat pelaksanaan Pilpres, Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota semakin disederhanakan sehingga tidak menyulitkan masyarakat saat mencoblos. “Kami ingin mendapatkan saran dan masukan terkait Penyederhanaan Desain Surat Suara dan formulir Pemilu Tahun 2024, yang sederhana dan memudahkan Pemilih, Mendapatkan Desain Formulir C.Hasil Pemilu Tahun 2024 yang efisien dan efektif bagi Peserta dan Penyelenggara, terciptanya desain surat suara dan Formulir C.Hasil Pemilu Tahun 2024.” Menurut Ilham, dipilihnya Sulut sebagai tempat pelaksanaan simulasi karena secara infrastruktur siap, dan bersedia menjadi pelaksan kegiatan. ”Uji coba penyederhanaan surat suara untuk Pilpres, DPR, DPD, Pileg DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.” Sementara itu, KPU Sulut; Ardiles Mewoh, menyebutkan bahwa tingkat partisipasi pemilihan umum kepala daerah tahun 2020 menjadi tolak ukur mengapa KPU RI memilih Sulut sebagai lokasi simulasi pertama. “Sulut menjadi daerah pertama dari tiga lokasi simulasi putungsura Pemilu 2024. Berikutnya akan dilaksanakan di Bali dan Sumatera Utara.” Indikator lain dipilihnya Sulut, lanjut Ardiles, adalah infrastruktur seperti lokasi dan sumber daya di KPU Sulut. “Kami bersyukur Sulut dari sejumlah provinsi di lndonesia menjadi yang pertama lokasi simulasi ini.” DUA TPS DENGAN DUA MODEL SURAT SUARA Asep Sabar, Anggota KPU Kota Kotamobagu yang hadir langsung di acara tersebut menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan simulasi kemarin, KPU RI membuka layanan dua tempat pemungutan suara (TPS) dengan dua model surat suara yang berbeda. “TPS 1 menggunakan 3 model jenis surat suara, yakni model surat suara pertama berisi calon presiden-wakil presiden yang digabung dengan calon anggota DPR. Model surat suara kedua berisi calon anggota DPD. Dan model surat suara ketiga berisi calon anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” kata komisioner yang membidangi Teknis Penyelenggaraan ini. Untuk TPS 2, lanjut Asep, mensimulasikan pemungutan suara dengan dua model surat suara, yaitu model pertama surat suara berisi calon presiden-wakil presiden, calon DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Model surat suara kedua berisi calon anggota DPD,” jelas Asep kepada media ini. Menurut anggota KPU RI yang membidangi teknis; Evi Novida Ginting, simulasi dengan dua jenis surat suara di dua TPS melibatkan 100 pemilih yang terdiri dari pegiat pemilu, perguruan tinggi, mahasiswa dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kemudian, KPU akan menanyakan pendapat partisipan setelah mereka selesai melakukan simulasi pemilihan tersebut. "Ke-100 pemilih tersebut mencoba kedua jenis surat surat. Setelah itu, meminta mereka untuk memberikan pendapat setelah selesai memberikan suara untuk kedua jenis tersebut," ujarnya. Masih kata Evi, KPU juga akan melakukan simulasi yang berkaitan dengan penghitungan surat suara, di mana KPU selain melakukan penyederhanaan surat suara, KPU juga akan menyederhanakan formulate yang rencananya akan digunakan pada Pemilu 2024 nanti. "Kita sangat berharap dari simulasi ini didapat format surat suara yang kemudian akan menjadi lebih memudahkan pemilih, dan juga efisien dan efektif bagi peserta dan juga bagi penyelenggara.” (*)

Sirekap Menurut Pakar Pemilu

KOTAMOBAGU – Penggunaan rekapitulasi elektronik (e-rekap) dengan menggunakan aplikasi sistem informasi rekapitulasi (sirekap) mendapat tanggapan berbeda dari dua pakar dan pengamat kepemiluan. Dalam webinar bertema “Penerapan Sirekap pada Pemilu 2024” KPU RI menghadirkan dua pembicara utama yakni Dr. Harsanto Nursadi, pengajar Administrasi Negara Universitas Indonesia dan Prof. Dr. Ramlan Surbakti, guru besar di Universitas Airlangga Surabaya. Menariknya yang tampil sebagai Moderator adalah Titi Anggraini, Dewan Pembina Perludem. Harsanto yang didaulat sebagai pembicara pertama menegaskan bahwa sudah waktunya atau sudah masanya data-data yang digunakan dalam pemilihan umum (pemilu) berbentuk digital. “Ini untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan jaman sekarang. Tidak lagi dalam bentuk fisik, yang dalam pengelaman pemilu lalu banyak memakan korban karena harus memyelesaikan dokumen fisik.” Karena itu, kata Harsanto, kesuksesan atas penggunaan sirekap pada pilkada tahun 2020 menjadi acuan ke depan, bukan malah mundur lagi. “Pada pilkada 2020 sirekap masih sebatas alat bantu. Mudah-mudahan di pemilu dan pilkada mendatang justru menjadi instrument ditahapan pemungutan suara.” Di jaman digitalisasi sekarang ini, lanjut Harsanto, harus dilakukan perubahan paradigma dari manual ke berbasis teknologi atau elektronik. “Keuntungan dari penggunaaan elektronik dalam pekerjaan adalah manual terbatas ruang dan waktu sementara melewati batas-batas tersebut. Kemudian pengelolaan data secara manual lebih banyak menguras energi serta tempat, sementara elektronik lebih mudah dicompact dengan lebih baik dan aman. Terakhir, data manual dilindungi hukum sementara data elektronik dilindungi hukum dan teknologi yang bisa diakses tanpa batas waktu dan tempat.” Pendapat berbeda disampaikan Prof. Ramlan. Mantan anggota KPU RI itu mengatakan problem yang terjadi hingga saat ini belum ada aturan terkait penggunaan sirekap atau e-rekap. Yang ada hanya PKPU, itu hanya sebatas alat bantu dan alat publikasi. “Persepektif rakyat kita bahwa demokrasi itu yah TPS (tempat pemungutan suara) dengan berbagai aktivitasnya, bukan teknologi. Karenanya model dan metode yang ada sekarang harus dipertahankan.” Memang, kata Ramlan, resiko yang terjadi pada pemilu lalu banyak memakan korban petugas TPS. Karena mereka harus mengerjakan dokumen-dokumen yang jumlahnya tidak sedikit dengan lima model pemilihan. “Karena itu saya pernah mengusulkan soal pemilihan pemilu; pemilu nasional dan pemilu lokal. Artinya pemilu nasional serentak dan pemilu lokal serentak.” Dengan model seperti itu, lanjut Ramlan, nantinya hanya ada dua kali dalam lima tahunan penyelenggaraan pemilu nasional serentak dan pemilu lokal serentak. “Sehingga produk pemilu nasional dan pemilu lokal tersebut akan memberikan pertanggungjawabannya secara terpisah dalam dua tahun.” Terkait sirekap, Ramlan mengakui memang dapat mengurangi kerja-kerja KPU maupun Bawaslu secara berjenjang hingga ke bawah. “Tapi yang ribet nanti ketika adalah persoalan hukum terkait rekapitulasi kalau menggunakan sirekap. Demikian pula penyelenggara tidak akan kerja lagi karena dokumen langsung disampaikan ke pusat.” Sementara itu, anggota KPU RI; Evi Novida Ginting, menegaskan bahwa pengalaman penggunaan sirekap di pilkada 2020 menjadi masukan berharga. “Dengan sirekap dapat mengurangi bersinggungan dengan pihak lain, lebih praktis dan tidak menggunakan alat yang merepotkan cukup dengan handphone yang dimiliki oleh masing-masing petugas TPS.” Meski demikian, tambah Evi, ke depan harus lebih diperbanyak waktu untuk memberikan pemahaman terhadap penggunaan e-rekap. “Merubah paradigm dari manual ke teknologi atau digital memang tidak mudah, butuh waktu. Terutama bagi petugas yang belum paham teknologi. Ke depan harus ada kesiapan semua sisi, infrastruktur, server dan aplikasinya sendiri.” Hal yang sama disampaikan anggota KPU RI lainnyal Hasyim Asy’ari dan Dewa Raka Sandi. Keduanya berharap bila sirekap akan digunakan dan bukan hanya menjadi alat bantu maka harus ada regulasi yang menguatkan, apalagi UU tidak mengatur. “Sepertinya usulan PERPPU yang lebih tepat atau penguatan di PKPU tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Selebihnya adalah memperkuat system IT serta skill penyelenggara dari atas hingga ke bawah.” Hadir di acara yang dimulai pukul 11.00 hingga 16.00 wita tersebut, seluruh komisioner KPU Kota Kotamobagu; Iwan Manoppo (Ketua), Asep Sabar, Yokman Muhaling, Adrian Herdi Dayoh dan Zulkifli Kadengkang. Serta Kasubag Teknis; Erik S. Sugeha. (**)

Pembahasan DIM Tungsura

KOTAMOBAGU – Sebagai tindak lanjut dari surat KPU No. 1020/PL.02.6/05/2021 dan KPU Provinsi Sulawesi Utara No.403/PL.02.6/71/2021 perihal penyusunan daftar inventaris masalah (DIM) tahapan pemungutan dan penghitungan suara (tungsura), KPU Kota Kotamobagu menggelar pertemuan antara tim Divisi Teknis dengan Komisioner KPU Kota Kotamobagu. Acara yang digelar Jumat (5/11/2021) di ruang rapat kantor KPU Kota Kotamobagu tersebut dihadiri lengkap tim dan anggota KPU Kota Kotamobagu. “Acara ini hanya untuk meminta saran dan pendapat dari pimpinan dalam hal ini anggota KPU Kota Kotamobagu, kata Erik S. Sugeha, Kasubag Teknis KPU Kota Kotamobagu. Secara garis besarnya, kata Erik, tim teknis sudah beberapa kali menyusun DIM pasca pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 kemarin. “Karena itu untuk lebih memvalidkan DIM, kami mengundang pimpinan KPU Kota Kotamobagu untuk berbagi pendapat serta pengalaman, terutama terkait dengan regulasi yang berlaku.” Erik yang didampingi operator Teknis KPU KK; Nur Aina Masdy mengawali pertemuan dengan menyampaikan surat masuk dari KPU maupun KPU Provinsi Sulawesi Utara tentang inventarisasi DIM. Hal ini pun langsung ditanggapi positif oleh pimpinan KPU Kota Kotamobagu sebagai refreshing kembali untuk mengingat hal-hal yang pernah terjadi selama tahapan putungsura pilkada 2020 kemarin. Adrian Herdi Dayoh, Kadiv Hukum dan Pengawasan KPU KK berharap apa yang pernah terjadi di Pilkada 2020 tidak akan terulang di Pilkada 2024 mendatang. Karena itu kegiatan-kegiatan seperti evaluasi dan urun rembug pendapat seperti ini harus terus dilakukan KPU secara berjenjang. “Banyak masalah yang terjadi di lapangan, meski regulasi sudah menetapkan dan mengarahkan seluruh tahapan pemungutan, penghitungan serta rekapitulasi di TPS pada Pilkada 2020. Ini jadi bahan masukan dan pembelajaran ke depan,” tegas Herdi. Hal yang sama juga disampaikan Iwan Manoppo (Ketua) dan Yokman Muhaling (Kadiv Perencanaan dan Data) KPU Kota Kotamobagu. Menurut keduanya KPU Kota Kotamobagu pernah mencatat pemungutan suara ulang (PSU) di Pilkada 2020, “ini harus jadi pengalaman berharga agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Kuncinya adalah penguatan kapasitas penyelenggara di tingkat TPS harus dipermantap.“ Sementara itu Kadiv Teknis KPU Kota Kotamobagu; Asep Sabar, menambahkan bahwa pertemuan tersebut diarahkan pada pengisian DIM pada tabel yang sudah disediakan oleh KPU sebagaimana lampiran surat edarannya. “Hanya saja, karena KPU Kota Kotamobagu hanya menyelenggarakan Pilgub 2020, maka pada kolom penetapan pasangan calon terpilih tidak disampaikan atau dikosongkan, mengingat tahapan tersebut dilaksanakan oleh KPU Provinsi Sulawesi Utara.” (***)

Rakor PDPB, Mewoh Minta Jajarannya Kerja Cermat dan Detil

Ketua KPU Provinsi Sulawesi Utara Ardilles Mewoh membuka Rapat Koordinasi Pemutahiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) antara KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota Se Sulut, Selasa 26 Oktober 2021. Dalam arahannya sebelum membuka kegiatan, Mewoh menegaskan bahwa meskipun sifatnya non tahapan pemilihan, namun demikian prinsip-prinsip pemutahiran data pemilih perlu diperhatikan. "Bagaimana caranya agar supaya data-data yang terinput benar-benar valid," ungkap Mewoh. Lanjutnya lagi, terkait dengan penggunaan  sistem informasi data pemilih berkelanjutan (Sidalihjut), mohon supaya kita lebih cermat dan detil dalam bekerja.  Mewoh berharap ke depan prinsip-prinsip pemutahiran data pemilih bisa diaktualisasikan dalam pelaksanaan PDPB. "Jika saat pemutahiran berkelanjutan ini, kita bekerja cermat dan data yang terinput benar-benar valid maka hal tersebut akan sangat membantu disaat tahapan pemutahiran data pemilih pemilu dan pemilihan tahun 2024," harap Mewoh. #Sumber KPU Provinsi SULUT

PAW: Non Tahapan, Tapi Menentukan

KOTAMOBAGU – Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di luar tahapan pemilihan umum (Pemilu) maupun Pemilihan. Penegasan tersebut disampaikan langsung Ardiles Mewoh, Ketua KPU Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), saat membuka Rakor PAW yang dilaksanakan Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulut, Selasa (26/10/2021). Menurut Ardiles, proses PAW menjadi tanggungjawab yang tak kalah pentingnya dengan tahapan pemilu maupun pemilihan. “Karena itu proses PAW harus dilaksanakan penuh tanggungjawab oleh KPU disemua tingkatan. PAW juga merupakan tugas-tugas konstitusional terhadap warga negara, terutama mereka-mereka yang memiliki hak atas kursi DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.” Dalam menjalankan tahapan PAW, kata Ardiles KPU sebisa mungkin untuk menghindari yang namanya intervensi maupun upaya-upaya mempengaruhi, apalagi kalua dengan iming-iming imbalan atau pun bentuknya. “Semua tahapan dan prosedurnya harus dilaksanakan dengan kehati-hatian dan jangan sampai terjadi hal-hal yang dapat merusak citra lembaga. Proses PAW ini bisa juga diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).” Rakor PAW yang dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) dan menghadirkan lima komisioner KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris, Kasub Bagian Teknis serta Operator Teknis itu dipandu langsung oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulut; Yessy Y. Momongan. Dasar hukum pelaksanaan, kata Yessy, adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang diarahkan langsung oleh Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2017 Tentang PAW yang kemudian diperbarui dengan PKPU Nomor 6 Tahun 2019. Secara detail dan terstruktur Yessy memaparkan secara rinci tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses PAW. “Sebagaimana PKPU, PAW bisa dilaksanakan tidak boleh kurang dari enam bulan menjelang akhir masa jabatan (AMJ) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. KPU secara berjenjang hanya melayani dan menjawab surat-surat yang disampaikan oleh DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.” Dalam PKPU, masih kata Yessy, dijelaskan bahwa PAW bisa dilaksanakan apabila ada tiga hal yang menyebabkan PAW harus dilakukan oleh KPU di semua tingkatan, yakni; apabila ada anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang (1). meninggal dunia, (2). mengundurkan diri, (3). diberhentikan oleh partai politiknya. “Proses PAW diawali dengan masuknya surat dari DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota ke KPU secara berjenjang, yang meminta KPU untuk menjelaskan prihal pelaksanaan PAW serta penyampaikan nomor urut selanjutnya setelah ada anggota DPR, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota yang meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentukan. Waktu untuk membalas surat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tersebut hanya lima hari kerja,” tegas Yessy. Setelah menerima tersebut KPU secara berjenjang melakukan penelitian administrasi terkait surat keputusan (SK) yang menyebutkan hasil pemilu, SK calon terpilih beserta berita acara (BA)-nya. Kemudian KPU menggelar rapat koordinasi dengan menghadirkan pengurus partai politik dan calon PAW peraih suara terbanyak berikutnya. “Bila tidak ada persoalan dan normal-normal saja, maka KPU secara berjenjang langsung menggelar pleno, menetapkan nama peraih suara terbanyak berikutnya dan langsung menjawab surat yang disampaikan DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.” Yessy berharap kepada seluruh anggota KPU Kabupaten/Kota se-Sulut untuk memahami proses dan jalannya PAW tersebut. “PAW bukan hanya menjadi tanggungjawab divisi teknis saja, tapi harus dilakukan secara bersama, karena memang putusan kolektif kolegial. Yang harus dilakukan adalah tetap berkoordinasi secara berjenjang, serta hindari kepentingan yang tidak pada tempatnya.” Dalam sesi diskusi terkuak masalah kewajiban memasukkan laporan hasil kekayaan pejabat negara (LHKPN) bagi calon PAW. Menurut Yessy, hal tersebut tidak perlu dikuatirkan karena ada atau tidaknya LHKPN masuk ke KPU secara berjenjang, KPU tetap menjawab surat dari DPR, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota selang lima hari. “Kalaupun tidak ada LHKPN, bisa dijelaskan di surat bahwa calon PAW bisa dilantik apabila yang bersangkutan sudah memasukkan LHKPN. Hal tersebut dijelaskan dalam PKPU tentang Penetapan Calon Terpilih.” Sebagaimana diketahui, KPU Kota Kotamobagu pernah melaksanakan tahapan PAW ketika pendaftaran partai politik Pemilu 2019 dimulai. Saat itu ada lima anggota DPRD Kota Kotamobagu yang menyatakan diri pindah partai politik dan secara resmi mengundurkan diri dari DPRD Kota Kotamobagu serta partai sebelumnya. “Tiga orang prosesnya berjalan normal dan tidak memakan waktu panjang hingga pelantikan. Namun dua lainnya harus melalui proses panjang, mengingat peraih suara terbanyak berikut dinyakan dipecat dari partai politik, dan yang bersangkutan menyatakan membawa keputusan pemecatan tersebut ke pranah hukum, yakni ke Mahkamah Partai Politik (MPP) dan Pengadilan Negeri (PN),” papar Asep Sabar, Anggota KPU Kota Kotamobagu dari Divisi Teknis Penyelenggaraan. KPU Kota Kotamobagu sendiri, sebagaimana PKPU serta hasil koordinasi dengan KPU Sulut maupun KPU RI, harus menunggu putusan hukum inkra terhadap hukum dua orang tersebut. “Salah seorang yang menggugat ke MPP tidak melanjutkan proses hukumnya setelah waktu yang diberikan selama 14 hari untuk memasukkan bukti gugatan tidak dipenuhi. Sementara seorang lainnya menunggu hingga putusan inkra dari Mahakamah Agung (MA).” Hadir di rakor yang berlangsung dari siang hingga sore tersebut lima komisioner KPU Kotamobagu; Iwan Manoppo (Ketua), Asep Sabar, Yokman Muhaling, Zulkifli Kadengkang, Adrian Herdi Dayoh, Frans T. Manoppo (Sekretaris), Erik Sugeha (Kasub Bagian Teknis) dan Nur Aina Masdy (Operator Teknis). (***)