BERITA

Sirekap Menurut Pakar Pemilu

KOTAMOBAGU – Penggunaan rekapitulasi elektronik (e-rekap) dengan menggunakan aplikasi sistem informasi rekapitulasi (sirekap) mendapat tanggapan berbeda dari dua pakar dan pengamat kepemiluan.
Dalam webinar bertema “Penerapan Sirekap pada Pemilu 2024” KPU RI menghadirkan dua pembicara utama yakni Dr. Harsanto Nursadi, pengajar Administrasi Negara Universitas Indonesia dan Prof. Dr. Ramlan Surbakti, guru besar di Universitas Airlangga Surabaya. Menariknya yang tampil sebagai Moderator adalah Titi Anggraini, Dewan Pembina Perludem.
Harsanto yang didaulat sebagai pembicara pertama menegaskan bahwa sudah waktunya atau sudah masanya data-data yang digunakan dalam pemilihan umum (pemilu) berbentuk digital. “Ini untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan jaman sekarang. Tidak lagi dalam bentuk fisik, yang dalam pengelaman pemilu lalu banyak memakan korban karena harus memyelesaikan dokumen fisik.” Karena itu, kata Harsanto, kesuksesan atas penggunaan sirekap pada pilkada tahun 2020 menjadi acuan ke depan, bukan malah mundur lagi. “Pada pilkada 2020 sirekap masih sebatas alat bantu. Mudah-mudahan di pemilu dan pilkada mendatang justru menjadi instrument ditahapan pemungutan suara.”
Di jaman digitalisasi sekarang ini, lanjut Harsanto, harus dilakukan perubahan paradigma dari manual ke berbasis teknologi atau elektronik. “Keuntungan dari penggunaaan elektronik dalam pekerjaan adalah manual terbatas ruang dan waktu sementara melewati batas-batas tersebut. Kemudian pengelolaan data secara manual lebih banyak menguras energi serta tempat, sementara elektronik lebih mudah dicompact dengan lebih baik dan aman. Terakhir, data manual dilindungi hukum sementara data elektronik dilindungi hukum dan teknologi yang bisa diakses tanpa batas waktu dan tempat.” Pendapat berbeda disampaikan Prof. Ramlan. Mantan anggota KPU RI itu mengatakan problem yang terjadi hingga saat ini belum ada aturan terkait penggunaan sirekap atau e-rekap. Yang ada hanya PKPU, itu hanya sebatas alat bantu dan alat publikasi. “Persepektif rakyat kita bahwa demokrasi itu yah TPS (tempat pemungutan suara) dengan berbagai aktivitasnya, bukan teknologi. Karenanya model dan metode yang ada sekarang harus dipertahankan.” Memang, kata Ramlan, resiko yang terjadi pada pemilu lalu banyak memakan korban petugas TPS. Karena mereka harus mengerjakan dokumen-dokumen yang jumlahnya tidak sedikit dengan lima model pemilihan. “Karena itu saya pernah mengusulkan soal pemilihan pemilu; pemilu nasional dan pemilu lokal. Artinya pemilu nasional serentak dan pemilu lokal serentak.” Dengan model seperti itu, lanjut Ramlan, nantinya hanya ada dua kali dalam lima tahunan penyelenggaraan pemilu nasional serentak dan pemilu lokal serentak. “Sehingga produk pemilu nasional dan pemilu lokal tersebut akan memberikan pertanggungjawabannya secara terpisah dalam dua tahun.”
Terkait sirekap, Ramlan mengakui memang dapat mengurangi kerja-kerja KPU maupun Bawaslu secara berjenjang hingga ke bawah. “Tapi yang ribet nanti ketika adalah persoalan hukum terkait rekapitulasi kalau menggunakan sirekap. Demikian pula penyelenggara tidak akan kerja lagi karena dokumen langsung disampaikan ke pusat.”
Sementara itu, anggota KPU RI; Evi Novida Ginting, menegaskan bahwa pengalaman penggunaan sirekap di pilkada 2020 menjadi masukan berharga. “Dengan sirekap dapat mengurangi bersinggungan dengan pihak lain, lebih praktis dan tidak menggunakan alat yang merepotkan cukup dengan handphone yang dimiliki oleh masing-masing petugas TPS.”
Meski demikian, tambah Evi, ke depan harus lebih diperbanyak waktu untuk memberikan pemahaman terhadap penggunaan e-rekap. “Merubah paradigm dari manual ke teknologi atau digital memang tidak mudah, butuh waktu. Terutama bagi petugas yang belum paham teknologi. Ke depan harus ada kesiapan semua sisi, infrastruktur, server dan aplikasinya sendiri.”
Hal yang sama disampaikan anggota KPU RI lainnyal Hasyim Asy’ari dan Dewa Raka Sandi. Keduanya berharap bila sirekap akan digunakan dan bukan hanya menjadi alat bantu maka harus ada regulasi yang menguatkan, apalagi UU tidak mengatur. “Sepertinya usulan PERPPU yang lebih tepat atau penguatan di PKPU tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Selebihnya adalah memperkuat system IT serta skill penyelenggara dari atas hingga ke bawah.” Hadir di acara yang dimulai pukul 11.00 hingga 16.00 wita tersebut, seluruh komisioner KPU Kota Kotamobagu; Iwan Manoppo (Ketua), Asep Sabar, Yokman Muhaling, Adrian Herdi Dayoh dan Zulkifli Kadengkang. Serta Kasubag Teknis; Erik S. Sugeha. (**)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 60 kali