BERITA

PAW: Non Tahapan, Tapi Menentukan

KOTAMOBAGU – Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di luar tahapan pemilihan umum (Pemilu) maupun Pemilihan. Penegasan tersebut disampaikan langsung Ardiles Mewoh, Ketua KPU Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), saat membuka Rakor PAW yang dilaksanakan Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulut, Selasa (26/10/2021). Menurut Ardiles, proses PAW menjadi tanggungjawab yang tak kalah pentingnya dengan tahapan pemilu maupun pemilihan. “Karena itu proses PAW harus dilaksanakan penuh tanggungjawab oleh KPU disemua tingkatan. PAW juga merupakan tugas-tugas konstitusional terhadap warga negara, terutama mereka-mereka yang memiliki hak atas kursi DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.” Dalam menjalankan tahapan PAW, kata Ardiles KPU sebisa mungkin untuk menghindari yang namanya intervensi maupun upaya-upaya mempengaruhi, apalagi kalua dengan iming-iming imbalan atau pun bentuknya. “Semua tahapan dan prosedurnya harus dilaksanakan dengan kehati-hatian dan jangan sampai terjadi hal-hal yang dapat merusak citra lembaga. Proses PAW ini bisa juga diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).”

Rakor PAW yang dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) dan menghadirkan lima komisioner KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris, Kasub Bagian Teknis serta Operator Teknis itu dipandu langsung oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulut; Yessy Y. Momongan. Dasar hukum pelaksanaan, kata Yessy, adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang diarahkan langsung oleh Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2017 Tentang PAW yang kemudian diperbarui dengan PKPU Nomor 6 Tahun 2019. Secara detail dan terstruktur Yessy memaparkan secara rinci tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses PAW. “Sebagaimana PKPU, PAW bisa dilaksanakan tidak boleh kurang dari enam bulan menjelang akhir masa jabatan (AMJ) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. KPU secara berjenjang hanya melayani dan menjawab surat-surat yang disampaikan oleh DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.” Dalam PKPU, masih kata Yessy, dijelaskan bahwa PAW bisa dilaksanakan apabila ada tiga hal yang menyebabkan PAW harus dilakukan oleh KPU di semua tingkatan, yakni; apabila ada anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang (1). meninggal dunia, (2). mengundurkan diri, (3). diberhentikan oleh partai politiknya. “Proses PAW diawali dengan masuknya surat dari DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota ke KPU secara berjenjang, yang meminta KPU untuk menjelaskan prihal pelaksanaan PAW serta penyampaikan nomor urut selanjutnya setelah ada anggota DPR, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota yang meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentukan. Waktu untuk membalas surat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tersebut hanya lima hari kerja,” tegas Yessy. Setelah menerima tersebut KPU secara berjenjang melakukan penelitian administrasi terkait surat keputusan (SK) yang menyebutkan hasil pemilu, SK calon terpilih beserta berita acara (BA)-nya. Kemudian KPU menggelar rapat koordinasi dengan menghadirkan pengurus partai politik dan calon PAW peraih suara terbanyak berikutnya. “Bila tidak ada persoalan dan normal-normal saja, maka KPU secara berjenjang langsung menggelar pleno, menetapkan nama peraih suara terbanyak berikutnya dan langsung menjawab surat yang disampaikan DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.”
Yessy berharap kepada seluruh anggota KPU Kabupaten/Kota se-Sulut untuk memahami proses dan jalannya PAW tersebut. “PAW bukan hanya menjadi tanggungjawab divisi teknis saja, tapi harus dilakukan secara bersama, karena memang putusan kolektif kolegial. Yang harus dilakukan adalah tetap berkoordinasi secara berjenjang, serta hindari kepentingan yang tidak pada tempatnya.” Dalam sesi diskusi terkuak masalah kewajiban memasukkan laporan hasil kekayaan pejabat negara (LHKPN) bagi calon PAW. Menurut Yessy, hal tersebut tidak perlu dikuatirkan karena ada atau tidaknya LHKPN masuk ke KPU secara berjenjang, KPU tetap menjawab surat dari DPR, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota selang lima hari. “Kalaupun tidak ada LHKPN, bisa dijelaskan di surat bahwa calon PAW bisa dilantik apabila yang bersangkutan sudah memasukkan LHKPN. Hal tersebut dijelaskan dalam PKPU tentang Penetapan Calon Terpilih.”

Sebagaimana diketahui, KPU Kota Kotamobagu pernah melaksanakan tahapan PAW ketika pendaftaran partai politik Pemilu 2019 dimulai. Saat itu ada lima anggota DPRD Kota Kotamobagu yang menyatakan diri pindah partai politik dan secara resmi mengundurkan diri dari DPRD Kota Kotamobagu serta partai sebelumnya. “Tiga orang prosesnya berjalan normal dan tidak memakan waktu panjang hingga pelantikan. Namun dua lainnya harus melalui proses panjang, mengingat peraih suara terbanyak berikut dinyakan dipecat dari partai politik, dan yang bersangkutan menyatakan membawa keputusan pemecatan tersebut ke pranah hukum, yakni ke Mahkamah Partai Politik (MPP) dan Pengadilan Negeri (PN),” papar Asep Sabar, Anggota KPU Kota Kotamobagu dari Divisi Teknis Penyelenggaraan. KPU Kota Kotamobagu sendiri, sebagaimana PKPU serta hasil koordinasi dengan KPU Sulut maupun KPU RI, harus menunggu putusan hukum inkra terhadap hukum dua orang tersebut. “Salah seorang yang menggugat ke MPP tidak melanjutkan proses hukumnya setelah waktu yang diberikan selama 14 hari untuk memasukkan bukti gugatan tidak dipenuhi. Sementara seorang lainnya menunggu hingga putusan inkra dari Mahakamah Agung (MA).” Hadir di rakor yang berlangsung dari siang hingga sore tersebut lima komisioner KPU Kotamobagu; Iwan Manoppo (Ketua), Asep Sabar, Yokman Muhaling, Zulkifli Kadengkang, Adrian Herdi Dayoh, Frans T. Manoppo (Sekretaris), Erik Sugeha (Kasub Bagian Teknis) dan Nur Aina Masdy (Operator Teknis). (***)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 53 kali